Kasus pertama :
VIVAnews - Sadis. Lantaran tak diberi uang, DS (40 tahun), tega membakar istrinya. Susi Hikmah (39 tahun), hari ini, Senin 15 Desember 2014, menghembuskan napas terakhir setelah berjuang untuk hidup sejak peristiwa memilukan tiga hari lalu.
Nyawa Susi tak bisa diselamatkan setelah tubuhnya hangus terbakar hingga 80 persen. Jasad Susi dibawa ke rumah duka di Kampung Waruga, Desa Bina Karya, Kecamatan Banyuresmi, Garut, setelah dirawat di RSUD Dr. Slamet, Garut.
Keluarga Susi, termasuk anak-anaknya yang masih kecil, sangat terpukul setelah ditinggal orang yang dicintainya itu untuk selamanya. Husni Mubarok, Mukti Hikmatul dan Falah Husein, tak kuasa melihat ibunya tak bernyawa.
Keluarga berharap, DS dihukum seberat-beratnya. Pasalnya, setelah diamankan polisi, DS juga mengancam akan membunuh semua keluarga Susi.
"Pokoknya kami minta supaya DS dihukum seberat-beratnya, karena sudah tega membunuh istrinya sendiri juga mengancam akan membunuh keluarga kami," ujar Hj. Enok, kakak Susi.
Enok bersedia untuk merawat dan menyekolahkan anak-anak adiknya yang masih kecil-kecil itu.
Sebelum dimakamkan di tempat pemakaman keluarga, jasad Susi terlebih dulu disalatkan di masjid dekat rumah.
Suami kejam itu kini sudah ditahan di Mapolres Garut. Kasat Reskrim Polres Garut, AKP Dadang Garnadi, mengatakan motif DS membakar istrinya lantaran tak diberi uang untuk membeli kendaraan.
Pelaku kini terancam pasal berlapis dengan ancaman hukuman seumur hidup, bahkan hukuman mati.
Kasus kedua:
VIVA.co.id - IH, anggota DPR dari Fraksi PPP terancam dipecat jika terbukti melakukan penganiayaan terhadap T, pembantu rumah tangga (PRT) dan baby sitter yang bekerja di rumahnya.
"Kami di MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) tidak berbicara mengenai pembuktian di ranah pidana. Kami hanya bicara pembuktian di tingkat pelanggaran kode etik," kata Wakil Ketua MKD, Junimart Girsang usai bertemu Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi Tito Karnavian di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa, 6 Oktober 2015.
Junimart mengatakan, ada tiga tahapan pelangggaran yaitu jika pelanggaran itu ringan, maka diberikan teguran secara lisan dan tertulis. Kalau sedang, jika dia menjabat sebagai salah satu pimpinan di alat kelengkapan dewan maka ia akan dicopot. Sementara, kalau pelanggaran berat diberhentikan selama tiga bulan dan atau diberhentikan secara permanen.
Menurut dia, MKD akan memeriksa IH dan dapat menyelesaikan tanpa menunggu hasil dari putusan pengadilan. "Kami bisa bersikap karena di peraturan DPR nomor 2 Tahun 2015 tidak diatur harus menunggu keputusan kalau itu pidana, sampai inkrah tidak diatur itu."
Sebelumnya, seorang PRT berinisial T melaporkan anggota DPR berinisial IH dan istrinya yang merupakan majikannya. Dia mengadu ke polisi karena mengaku dianiya oleh majikannya di sebuah apartemen di kawasan Jakarta Pusat.
Dalam laporannya, T yang bekerja sebagai pembantu sekaligus baby sitter itu tidak pernah diijinkan ke luar rumah sejak awal bekerja pada Mei 2015. Bahkan, handphone dan Kartu Identitas korban disita. Tak hanya itu, dalam laporan bernomor LP/3993/IX/2015/PMJ/Ditreskrimum tanggal 30 September lalu, T menuangkan keterangan jika dirinya kerap mendapatkan kekerasan fisik dari majikannya tersebut.
Tabel Perbandingan
VIVAnews - Sadis. Lantaran tak diberi uang, DS (40 tahun), tega membakar istrinya. Susi Hikmah (39 tahun), hari ini, Senin 15 Desember 2014, menghembuskan napas terakhir setelah berjuang untuk hidup sejak peristiwa memilukan tiga hari lalu.
Nyawa Susi tak bisa diselamatkan setelah tubuhnya hangus terbakar hingga 80 persen. Jasad Susi dibawa ke rumah duka di Kampung Waruga, Desa Bina Karya, Kecamatan Banyuresmi, Garut, setelah dirawat di RSUD Dr. Slamet, Garut.
Keluarga Susi, termasuk anak-anaknya yang masih kecil, sangat terpukul setelah ditinggal orang yang dicintainya itu untuk selamanya. Husni Mubarok, Mukti Hikmatul dan Falah Husein, tak kuasa melihat ibunya tak bernyawa.
Keluarga berharap, DS dihukum seberat-beratnya. Pasalnya, setelah diamankan polisi, DS juga mengancam akan membunuh semua keluarga Susi.
"Pokoknya kami minta supaya DS dihukum seberat-beratnya, karena sudah tega membunuh istrinya sendiri juga mengancam akan membunuh keluarga kami," ujar Hj. Enok, kakak Susi.
Enok bersedia untuk merawat dan menyekolahkan anak-anak adiknya yang masih kecil-kecil itu.
Sebelum dimakamkan di tempat pemakaman keluarga, jasad Susi terlebih dulu disalatkan di masjid dekat rumah.
Suami kejam itu kini sudah ditahan di Mapolres Garut. Kasat Reskrim Polres Garut, AKP Dadang Garnadi, mengatakan motif DS membakar istrinya lantaran tak diberi uang untuk membeli kendaraan.
Pelaku kini terancam pasal berlapis dengan ancaman hukuman seumur hidup, bahkan hukuman mati.
Kasus kedua:
VIVA.co.id - IH, anggota DPR dari Fraksi PPP terancam dipecat jika terbukti melakukan penganiayaan terhadap T, pembantu rumah tangga (PRT) dan baby sitter yang bekerja di rumahnya.
"Kami di MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) tidak berbicara mengenai pembuktian di ranah pidana. Kami hanya bicara pembuktian di tingkat pelanggaran kode etik," kata Wakil Ketua MKD, Junimart Girsang usai bertemu Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi Tito Karnavian di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa, 6 Oktober 2015.
Junimart mengatakan, ada tiga tahapan pelangggaran yaitu jika pelanggaran itu ringan, maka diberikan teguran secara lisan dan tertulis. Kalau sedang, jika dia menjabat sebagai salah satu pimpinan di alat kelengkapan dewan maka ia akan dicopot. Sementara, kalau pelanggaran berat diberhentikan selama tiga bulan dan atau diberhentikan secara permanen.
Menurut dia, MKD akan memeriksa IH dan dapat menyelesaikan tanpa menunggu hasil dari putusan pengadilan. "Kami bisa bersikap karena di peraturan DPR nomor 2 Tahun 2015 tidak diatur harus menunggu keputusan kalau itu pidana, sampai inkrah tidak diatur itu."
Sebelumnya, seorang PRT berinisial T melaporkan anggota DPR berinisial IH dan istrinya yang merupakan majikannya. Dia mengadu ke polisi karena mengaku dianiya oleh majikannya di sebuah apartemen di kawasan Jakarta Pusat.
Dalam laporannya, T yang bekerja sebagai pembantu sekaligus baby sitter itu tidak pernah diijinkan ke luar rumah sejak awal bekerja pada Mei 2015. Bahkan, handphone dan Kartu Identitas korban disita. Tak hanya itu, dalam laporan bernomor LP/3993/IX/2015/PMJ/Ditreskrimum tanggal 30 September lalu, T menuangkan keterangan jika dirinya kerap mendapatkan kekerasan fisik dari majikannya tersebut.
Tabel Perbandingan
Kasus
|
Pidana yang dilakukan
|
Nama Korban
|
Kerugian
|
Perlakuan Aparat
|
Fasilitas saat hukum berlangsung
|
|
Materiil
|
Immateriil
|
|||||
I (Lapisan Bawah)
|
Pembunuhan
|
Susi Hikmah (39 tahun)
|
-
|
Keluarga merasa kehilangan sesosok
orang yang dicintainya
|
Terancam pasal berlapis dengan ancaman
hukuman seumur hidup, bahkan hukuman mati.
|
Terdakwa ditahan di Mapolres Garut.
Kasat Reskrim Polres Garut, AKP Dadang Garnadi, mengatakan motif DS membakar
istrinya lantaran tak diberi uang untuk membeli kendaraan.
|
II
(Lapisan Atas)
|
Penganiayaan
|
Inisial T, PRT
|
-
|
Korban ketakutan
|
Jika pelanggaran ringan maka hanya diberi teguran lisan.
Kalau sedang, jika dia menjabat sebagai salah satu pimpinan di alat
kelengkapan dewan maka ia akan dicopot. Sementara, kalau pelanggaran berat
diberhentikan selama tiga bulan dan atau diberhentikan secara permanen.
|
MKD akan memeriksa IH dan dapat menyelesaikan tanpa menunggu hasil
dari putusan pengadilan.
|
ANALISIS SOSIOLOGIS
Dari perbandingan tabel
diatas dapat dilihat bahwa penanganan kasus lapisan bawah dengan lapisan atas
sangat berbeda, dilihat dari salah satu kasus lapisan sosial bawah yaitu kasus Seorang
suami membakar istrinya, membuat dia di ruang pengadilan dan perbuatannya itu
dia diganjar penjara seumur hidup dan atau hukuman mati. Disini dapat dilihat
bahwa hukum di Indonesia itu tidak melihat derajat seseorang baik orang
tersebut itu kaya,miskin atau tua dan muda. Berbeda dengan lapisan atas seperti kasus IH,
anggota DPR dari Fraksi PPP . Selain itu, juga terdapat perbedaan antara
hukum untuk kaum sosial atas seperti pejabat atau orang kaya yang lebih di
istimewakan dalam menangani serta dalam penjara mereka mendapatkan fasilitas
yang mewah sesuai keinginannya. Sedangkan kaum sosial bawah, seperti orang
orang miskin mendapatkan perilaku hukum
yang sangat berat. Padahal dalam kasusnya para sosial bawah melakukan
tindakan sama sama menyakiti tubuh orang lain dan merugikan sebagian kecil
orang. Tetapi mendapatkan hukuman yang seberat beratnya, tanpa melihat sisi
lain kejadian tersebut. Para penegak hukum seharusnya mengadili secara adil.
Tidak membedakan antara kaum Sosial Atas dan Sosial Bawah. Hukum diciptakan
untuk semua kalangan tanpa melihat siapa yang terkena kasus hukum. (mrn)