Etnis Tionghoa Yang Termarjinalkan Oleh Hukum
06.55Pak Tam, adalah salah satu warga Etnis Tionghoa yang berdomisili di
Tulungagung dan membuka Toko grosir dan eceran yang bernama Toko Nusa Indah di
jalan Basuki Rahmat tepatnya. Kebetulan orang tua saya langganan berbagai jenis
snack dan minuman ringan di toko Nusa Indah tersebut, akhirnya saya memutuskan
untuk mewawancarai Pak Tam guna memenuhi tugas Sosiologi Hukum.
Berikut ini adalah perbincangan kami selama beberapa menit ;
Nasiruddin : "Pak Tam, Bagaimana Bapak bisa mendirikan toko Nusa indah
ini dan menentukan snack dan minuman ringan yang akan dijual ?"
Pak Tam : "Sebetulnya saya itu bukan pemilik asli dari toko ini, jadi
dulu ada seorang wanita yang mempunyai toko ini dan mengangkat saya sebagai
anak angkatnya dan dipercayakan untuk memegang toko ini sampai sekarang."
Nasiruddin : "Apakah karyawan Bapak hanya orang orang etnis Tiongkok atau
apa ada juga sebagian orang pribumi ?"
Pak Tam : “Kalau dari bagian administrasi orang orang dari kerabat saya dan
juga beretnis sama, ada orang jawa tetapi hanya bagian gudang dan mengangkat
barang yang mau diantar ke pelanggan tetapi orang tionghoa juga ada. Jadi kami
tidak melakukan recruitmen hanya orang orang beretnis tertentu saja, melainkan
dari kerja keras mereka dan kemauan untuk bekerja.”
Nasiruddin : “Pak bagaimana pendapat anda mengenai rasisme orang-orang
pribumi yang berpendapat bahwa “Lindungi Pribumi atau Revolusi. Pribumi lebih
berharga di Mata Allah. Pribumi Harus Lebih Kaya Materi” ?”
Pak Tam : “Mungkin saya tidak mau
berspekulasi mengenai apa yang dimaksudkan dengan “Lindungi
Pribumi atau Revolusi. Pribumi lebih berharga di Mata Allah. Pribumi Harus Lebih
Kaya Materi”, tetapi ada satu hal bahwa kami itu tidak menghambat orang-orang
pribumi dalam mencari rezeki, dan saya sebagai orang tionghoa harus berjuang
untuk mencapai kemakmuran. Setiap hari saya harus bangun jam 04.30 pagi dan
tidur jam 02.30 malam, termasuk sabtu dan minggu. Jadi kami itu tidak ada
hubungannya sama sekali atas rezeki mereka, Ini hak kami sebagai warga
indonesia, saya lahir di indonesia, berusaha di sini, dan keluarga saya hidup
dari negara ini pula.“
Nasiruddin : “Bagaimana Bapak memandang
dan mensikapi fenomena diskriminasi etnis Tionghoa saat ini?”
Pak Tam : “Di Indonesia sudah punya
undang-undang tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis. Oleh karena itu
segala bentuk perlakuan diskriminasi adalah perbuatan yang melanggar hukum. Orang-orang
yang masih melakukan tindakan berbau diskriminasi adalah orang yang picik dan
hatinya kerdil. Diskriminasi tak hanya dialami oleh satu etnis atau kelompok
saja. Tentu hal ini kita sesalkan. Disinilah perlunya peran lembaga formal
untuk menjamin terlaksananya kehidupan bermasyarakat anti diskriminasi.”
Nasiruddin : “Meski sudah ada
aturan hukum anti diskriminasi, ternyata masih saja terjadi diskriminasi pada
warga Tionghoa. Bagaimana Bapak bisa mengantisipasi hal ini ?”
Pak Tam : “Tiap orang punya perannya masing-masing. Kita juga tentu perlu
menjaga sikap sebagai bagian dari masyarakat dan andai kata masih terjadi
diskriminasi, kita wajib untuk proaktif mengadukan hal tersebut melalui
saluran-saluran pengaduan yang disediakan berbagai lembaga, baik lembaga formal
maupun berbagai LSM yang peduli atas masalah diskriminasi ini.”
Nasiruddin : “Pak apakah ada kerabat bapak yang menjadi PNS saat ini, dan
bagaimana pendapat Bapak terkait ada/tidaknya pegawai negeri sipil (PNS) yang
berlatar belakang warga keturunan Tionghoa di daerah Tulungagung dan apakah ada
diskriminasi dalam setiap penerimaan/rekrutmen CPNS ?.”
Pak Tam : “Sejauh ini tidak ada kerabat yang bekerja sebagai PNS, kebanyakan
kerabat memilih untuk membuka usaha sendiri. Kalau mengenai PNS yang berlatar
belakang warga keturunan Tionghoa di daerah Tulungagung saya kurang tau, tapi ada
kok dokter di RSUD dr. Iskak sudah PNS yang beretnis Tionghoa, asal memenuhi
kualifikasi administratif dan lolos seleksi karena setiap warga negara berhak
mendapat kesempatan yang sama untuk mengabdi sebagai PNS, tidak terkecuali
warga nonpribumi yang berstatus WNI. Asal mereka memiliki kapasitas, kenapa
tidak. Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi contoh yang baik, karena meski
ia salah satu dari warga keturunan yang berkesempatan menjadi kepala daerah di
DKI Jakarta, Ahok tidak pandang bulu jika sudah bicara aturan dan konstitusi,
tidak peduli apakah yang dihadapai warga Tionghoa atau bukan. Untuk wilayah
Tulungagung semoga tidak ada unsur diskriminasi tentang persoalan rekrutmen
CPNS yang beretnis Tionghoa.”
Nasiruddin : “Pak, apakah bapak mempunyai SBKRI, sebagai bukti bahwa Bapak
adalah warga negara Indonesia yang secara hukum sah, untuk mengurus berbagai
macam surat-surat keperluan. ?”
Pak Tam : “Saya tidak memilikinya, yang mempunyai SBKRI hanya orang tua
saya, pada waktu tahun 90-an kalo engga salah itu anak-anak keturunan dari
orang Tionghoa pemegang SBKRI cukup menyertakan SBKRI orang tua sebagai bukti
mereka adalah WNI. Dulu kata Ayah saya mengurus SBKRI hingga jutaan dan
keluarnya itu lama sekali hampir 20 tahun, dan harus melalui proses yang
panjang pula, ke kantor lurah lah, ke setneg lah, ribet dah. Tapi dengan
dihapuskannya SBKRI pada tahun 1996 banyak warga keturunan Tionghoa menyambut
dengan gembira termasuk saya juga. Walaupun mereka sebagian banyak yang sudah
punya tetapi dengan adanya penghapusan SBKRI warga keturunan merasa tidak
didiskriminasi terhadap etnis tertentu. Tapi walaupun tidak berlakunya SBKRI
Bikin KTP dan sejenisnya pun susah, dipersulit, harus bayar ini itu. Termasuk
saat buka usaha. Orang pribumi berpikir kami kaya. Saat kami mulai merintis
usaha, kami sudah dimintai jatah… “
Nasiruddin : “Bapak, Mungkin ada yang ingin disampaikan agar warga Indonesia
terutama warga Tulungagung agar rasisme tidak sampai ke anak cucu mereka dan tidak
membenci warga keturunan Tionghoa ?.”
Pak Tam : “Semua orang yang ber-KTP Indonesia memiliki hak dan kewajiban
yang sama. Semua wajib mencintai dan menjunjung tinggi kedulatan Indonesia.
Jangan mau dipecah belah oleh isu-isu SARA. Agama boleh beda, suku dan ras
boleh beda, tapi saya adalah warga Indonesia seperti kalian juga, para mahasiswa
jangan sampai diracuni dengan pikiran-pikiran yang memecah belah bangsa. Adik-adik mahasiswa, kalau masih studi saja sudah
berpikir RASIS, apalagi kalau nantinya kalian sudah menjadi pejabat publik di
negeri ini. Bisa-bisa etnis Tionghoa akan di GENOSIDA. Anak keturunan Belanda
Arab jadi idola, tapi saya yang keturunan Cina-Melayu malah dihina. Hahaha jadi
demikian pesan saya. Semoga warga Indonesia yang masih Rasis cepat tersadarkan.”
Bahwa setiap warga negara Indonesia itu seharusnya dilayani oleh pemerintah
secara adil dan disama ratakan menurut kemampuan mereka, kasian kan jika etnis
Tionghoa harus didiskriminasi, dengan dipersulitnya membuat KTP dan surat-surat
lainnya, karena tidak semua etnis Tionghoa kaya, ada juga yang miskin.
1 komentar
Namamu Rizal apa Nasirudin? Kok yang wawancara Nasirudin?
BalasHapus